Lokasi proyek Centre Point of Indonesia
(CPI) yang dimulai sejak tahun 2010 di tanah tumbuh depan Pantai Losari
Kota Makassar, ternyata sampai kini masih bermasalah. Masih terdapat
banyak pihak mengklaim sebagai pemilik tanah di lokasi pantai yang
direklamasi tersebut belum terbayar.
Bahkan,
tanah seluas 5 hektar yang direncanakan untuk pembangunan Wisma Negara
di kawasan CPI, kini dipasangi papan-papan pemberitahuan yang menyatakan
sebagai bagian dari Tanah Hak Milik Adat Dg Bollo dkk yang
keseluruhannya meliputi luas 15 hektar.
Papan
pemberitahuan serupa terlihat terpasang di sejumlah tempat lainnya. Di
arah selatan lokasi CPI misalnya, terdapat sebuah papan pengumuman yang
menyatakan sebagai Tanah Hak Garapan milik alm.H. Abd. Latif Dg Sele
yang luasnya lebih dari 80.000 meter bujursangkar.
Di
lokasi lain ada papan pengumuman yang menyatakan dilarang melakukan
kegiatan penanaman pohon penghijauan karena lokasinya belum dilakukan
penyelesaian. Papan-papan pengumuman tersebut amat meyakinkan, lantaran
juga masing-masing memajang nama sejumlah kuasa hukum.
Di
papan pengumuman Tanah Hak Milik Adat Dg Bollo dkk misalnya, tercantum
nama Kuasa Hukum Dr. Nurul Qamar, SH,MH, Ayub K. Alim Aso,SH, dan Andi
Mappatoto,SH.
Dinamakan kawasan Centre Point of Indonesia
(CPI), lantaran di lokasi itulah disebut-sebut tepatnya koordinat titik
pusat wilayah Indonesia. Meskipun sebelumnya sudah pernah ada yang
menyebut titik pusat koordinat Indonesia ada di wilayah Provinsi
Kalimantan Tengah (Kalteng). Bahkan sekitar tahun 90-an pernah juga
santer disebut-sebut bahwa Kota Rappang di Kabupaten Sidenreng Rappang
(kl 250 arah timur Kota Makassar) Sulawesi Selatan merupakan titik pusat
wilayah Indonesia.
Tahun
2011 lalu, Gubernur Sulawesi Selatan, H. Syahrul Yasin Limpo seusai
menerima anugerah Bintang Maha Putera Utama menyatakan, Presiden SBY
memberikan restu untuk membangunan Wisma Negara di Kawasan CPI Kota
Makassar sebagai simbol kenegaraan di luar Pulau Jawa.
Namun
di awal Juni 2012 ini berhembus kabar dari Kepala Dinas Tata Ruang dan
Pemukiman (Distarkim) Provinsi Sulawesi Selatan, Syarif Burhanuddin,
bahwa untuk membangun Wisma Negara di Kawasan CPI masih harus menunggu
dikeluarkannya rekomendasi dari Presiden RI, karena pembangunan Wisma
Negara berkaitan dengan Simbol Negara.
Munculnya
sejumlah pihak mengklaim sebagai pemilik atau penggarap lahan tatkala
lokasi tanah tumbuh di depan Pantai Losari Kota Makassar tersebut
dijadikan sebagai Kawasan CPI, menimbulkan tanya banyak pihak. Pasalnya,
tanah tersebut diketahui merupakan tanah tumbuh. Lokasi itu sebelumnya
hanya merupakan delta, laut yang mendangkal akibat tumpukan material
yang terbuang dari mulut Sungai Jeneberang ketika aliran muaranya belum
dialihkan ke Kelurahan Barombong.
Lagipula,
pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar telah berulangkali
mengakui, bahwa sampai sekarang belum pernah mengeluarkan satupun
keterangan atau sertipikat pengusaaan atau pemilikan tanah tumbuh maupun
pesisir pantai yang ada di depan Pantai Losari tersebut. Justru ketika
proyek CPI mulai dirancang tahun 2009 oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi
Selatan, pilihan lokasinya tersebut dinyatakan tidak bermasalah sebagai
tanah Negara tak bertuan.
Namun
ada hal yang aneh, karena seiring dengan munculnya pengakuan sejumlah
pihak terhadap lokasi di CPI, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan juga
tetap saja tenang-tenang, meneruskan kegiatan pembangunan berbagai
infrastruktur di lokasi tersebut.
Setelah
membangun jembatan penghubung dari Jl. Metro Tanjung Bunga serta
jalanan ke tanah tumbuh depan Pantai Losari dengan biaya lebih dari Rp
50 miliar menggunakan APBD Provinsi Sulsel tahun 2010 dan 2011. Kini di
lokasi yang masih diklaim dalam penguasaan berbagai pihak, pun tetap
dilakukan pekerjaan pembangunan infrastruktur.
Di
lokasi yang dinyatakan sebagai Tanah Hak Milik Adat Dg Bollo dkk,
sekarang sedang dimulai pembangunan pemasangan Buis Beton yang
dilaksanakan olek PT. Karya Mandiri Surya Sejahtera. Pekerjaan ini
merupakan proyek dari Dinas PSDA Provinsi Sulawesi Selatan, dengan
menggunakan dana APBD Sulawesi Selatan tahun 2012 sebesar Rp 9,4 miliar
lebih.
Kemudian
arah baratnya, dilakukan pembangunan tanggul yang dilakukan oleh PT
Ninda Karya (Persero) PT Karya Pancang,KSO. Paket pekerjaan ini dberi
nama sebagai proyek Pengamanan Abrasi Pantai Tanjung Bunga Kota
Makassar. Merupakan proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum Dirjen PSDA.
Menggunakan dana dari APBN 2012 sebesar Rp 23,9 miliar.
Kawasan
CPI yang mereklamasi pantai seluas 200 hektar, dimaksudkan oleh
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk membangun sebuah Kawasan Kota
Terpadu berwawasan Water frot city (Kota pantai) dilengkapi berbagai
fasilitas modern dalam rangka mengantisipasi perkembangan Kota Metropolitan Makassar ke depan. Termasuk untuk menyediakan ruang-ruang public (public space) yang kini amat minim dimiliki Kota Makassar.
Dalam
analisa awalnya, guna mewujudkan pembangunan Kawasan CPI di Kota
Makassar tersebut diperkirakan membutuhkan biaya lebih dari Rp 1
triliun. Untuk membangun Wisma Negara yang disain bangunannya akan
berbentuk seperti burung garuda di lokasi CPI ini, diancang-ancang akan
menghabiskan dana lebih dari Rp 400 miliar.
Namun
munculnya sejumlah pihak yang mengakui punya hak kepemilikan maupun
garapan di tanah Negara lokasi CPI sekarang, ada dugaan ‘miring’ dari
berbagai pihak bahwa merupakan bagian ‘Sandiwara’ khususnya dari
kalangan birokrasi Provinsi Sulawesi Selatan untuk dapat ikut meraup
keuntungan pribadi melalui kehadiran proyek multiyear ini.
Terbukti,
sebutnya, sejumlah gugatan yang muncul di atas tanah negara tersebut,
semua kini dalam tahap negosiasi untuk dilakukan pembayaran ganti rugi.
Bahkan
salah seorang dari penjaga lahan di sekitar lokasi yang diklaim sebagai
Tanah Hak Garapan alm.H.Abd. Latif Dg Sele yang ditemui lokasi CPI pada
Kamis (28 Juni 2012) siang, menunjuk salah satu lokasi tanah garapan di
CPI yang cukup luas telah dibayar ganti ruginya oleh pihak Pemerintah
Provinsi Sulawesi Selatan.
Belajar
dari pengalaman para pihak mengingatkan, dalam pelaksanaan mega proyek
yang dirancang beranggaraan ratusan miliar apalagi sampai triliunan,
para pengawas penggunaan uang Negara perlu melakukan pengawasan yang
cermat dan superketat. Apalagi, disebutkan, jika proyeknya dirancang
sebagai proyek multiyear memanfaatkan dana APBD dan APBN seperti
pembangunan Kawasan CPI dengan pembangunan Wisma Negaranya di Kota
Makassar.
‘’Dalam
penggunaan uang Negara bernilai besar, selama ini selalu terlihat
banyak lubang yang dapat dibuat dengan bermacam alasan untuk
menggerogoti uang Negara tersebut terutama dilakukan sendiri oleh
pengelolanya,’’ komentar Abd. Halim, salah seorang dari anggota Forum
Kajian Multimasalah ‘Biring Tamparang’ di Kota Makassar.
Dia
menunjuk contoh, bagaimana bersemangatnya ketika akan dimulai
pembangunan Hutan Kota Maccini Sombala yang dilengkapi Kolam Pancing
lebih dari 2 hektar sejak 3 tahun lalu di Kota Makassar. Namun mega
proyek yang telah menghabiskan dana puluhan miliar tersebut sampai
sekarang belum dapat dirampungkan tanpa alasan yang jelas.
Pembangunan
Kawasan CPI di Kota Makassar saat ini masih dalam tahap awal. Masih
diperlukan upaya penimbunan pesisir pantai seluas lebih dari 100 ha.
Sementara pembangunan jalanan paving blok menggunakan dana APBD Sulawesi
Selatan tahun 2010 sekitar Rp 7 miliar di lokasi tersebut, kini
kondisinya sebagian sudah berantakan.
sumber : http://regional.kompasiana.com/2012/06/28/menengok-mega-proyek-wisma-negara-di-makassar-474016.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar